Artikel tersebut adalah penerjemahan kami dari berita koran Singapura The Straits Times yang pertama kali diterbitkan pada tanggal 29 Oktober, 2010 untuk informasi pasien dan rekan-rekan kerja Indonesia kami.
Pasien cacat dan sakit setelah operasi di Jakarta untuk menyingkirkan tumor.
Ketika Bpk. Rudolf Santoso merelakan rahang bawahnya diangkat karena tumor, dia tidak berharap untuk menderita sakit yang berkepanjangan setelah operasi.
Pria Indonesia berusia 52 tahun ini menjalani operasi di Jakarta untuk mengangkat tumor sebesar 7.5cm di rahang bawahnya dan ia harus kehilangan 70 persen rahang bawahnya dan diganti dengan pelat titanium.
Namun hal itu menyebabkan infeksi berulang selama lebih dari lima bulan dan akhirnya ia mencari pengobatan di Singapura.
Di sini, contoh yang jarang terjadi adalah spesialis dari kedua bidang gigi dan medis bekerja sama, tim dari empat dokter tidak hanya membetulkan bedahnya, tetapi juga berhasil menyelesaikannya dalam waktu yang singkat.
Tim ini terdiri dari Profesor Ansgar Cheng (maksilofasial prostodontis); Dr. Andrew Loy (konsultan telinga, hidung, tenggorokan, dan bedah kepala dan leher); Dr Erik Ang (konsultan ahli bedah plastik); dan Dr Ho Kok Sen (ahli bedah mulut dan maksilofasial).
Semuanya adalah empat dokter spesialis yang berpraktek di Mount Elizabeth Medical Centre.
Prof. Cheng adalah orang pertama yang menemui Bpk. Santoso, pengawas sebuah kawasan industri. Dia mengumpulkan tim spesialis dan mengkoordinasikan rencana pengobatan untuk Bpk. Santoso.
“Ketika dokter memulai pengobatan pada pasien, mereka mencoba untuk memiliki ide yang baik dari hasil yang fungsional. Tapi dokter Bpk. Santoso di luar negeri memulai proses pengobatan tanpa mengetahui titik akhirnya, “kata Prof. Cheng, yang juga melakukan perawatan restorasi pada gigi pasien.
Orang Indonesia ini memiliki kondisi langka yang dikenal sebagai ameloblastoma, tumor dengan pertumbuhan yang lambat pada rahang yang disebabkan oleh sel-sel yang seharusnya berkembang menjadi enamel gigi. Sementara tumor ini tidak mengancam jiwa, dokter di Jakarta menganjurkan untuk mengangkat tumor tersebut karena tumor akan terus tumbuh jika tidak diatasi sejak dini.
Setelah mengangkat 70 persen rahang bawahnya, pelat titanium dimasukkan. Hal ini menyebabkan Bpk. Santoso mengalami infeksi berkepanjangan dan dua lubang menganga – satu terlihat dari rongga mulut dan yang lainnya dari leher.
“Ada nanah yang keluar dari luka di leher saya, dan perban harus ditempatkan di sana secara permanen.”
“Saya juga harus sering mengambil cuti untuk membersihkan infeksi ini di dokter. Rasa sakitnya tidak tertahankan” kata sang pasien yang kehilangan berat badan lebih dari 20kg selama periode itu.
Infeksi tersebut juga mempengaruhi kualitas hidupnya secara dramatis.
Dia tidak bisa makan atau berbicara dengan baik dan ia merasa jelek: Tidak adanya rahang bawah membuat ayah dari dua anak yang beranjak dewasa ini terlihat seperti berusia 70 tahun.
Merasa frustrasi dan putus asa, ia mulai mencari pendapat dari dokter lain di Indonesia.
Atas saran seorang teman, dia mengirim email ke Specialist Dental Group, di mana Dr. Ho dan Prof. Cheng bekerja, untuk memohon bantuan.
Tim di Singapura merencanakan sebuah perawatan yang melibatkan operasi untuk mengambil tulang yang tidak diperlukan untuk berjalan dari kaki kirinya, dan menanamkan tulang tersebut ke dalam mulutnya.
Setelah cangkok tulang di mulutnya sembuh, tiga bulan kemudian, Dr Ho mengambil alih untuk menempatkan implan gigi.
Prosedur seperti ini, yang biasanya membutuhkan waktu satu tahun untuk menyelesaikannya, selesai hanya dalam waktu lebih tiga bulan lebih sedikit.
“Operasi pertama berlangsung pada bulan Juni tahun ini, dan implan ditempatkan pada bulan September.”
Dia kini mampu berbicara dan makan dengan benar, meskipun seluruh gigi bawahnya adalah gigi implan.
Bpk. Santoso, yang memiliki istri berusia 48 tahun, juga terlihat 95 persen seperti dirinya yang dulu, meskipun para dokter tidak tahu wajah aslinya.
Dia berkata “Rasa percaya diri saya benar-benar telah terpengaruh setelah pengobatan di Jakarta. Sekarang saya tidak hanya dapat kembali ke kegiatan normal, tapi saya juga merasa lebih tampan. ”